Pentingnya khusyuk dalam Shalat




Islam.id - Shalat bukan hanya aktivitas jasmani, seperti melafalkan bacaan dan gerakan  anggota badan. lebih dari itu shalat merupakan ibadah ruhani, karena itu shalat seseorang belum dikatakan sempurna apabila hanya jasmaninya saja yang shalat, sedangkan rohaninya tidak.

Dalam sebuah hadist Rasulullah saw bersabda :
"Sesungguhnya seorang hamba yang shalat tidaklah ditulis untuknya melainkan sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, seperduanya." (H.R. Ahmad)

Jadi sesuai penjelasan Rasulullah saw di atas setiap orang memiliki kekhusyukan yang berbeda-beda bahkan kekhusyukan seseorang antara satu shalat dengan shalat yang lain juga berbeda. Mungkin saat shalat shubuh ia khusyuk karena masih Fresh tetapi, ketika shalat Dzuhur tidak begitu khusyuk karena sudah lelah. saat shalat ashar lebih khusyuk daripada shalat dzuhurnya. namun, ketika shalat maghrib dan isya' tidak lagi sekhusyuk waktu shalat ashar.

Lalu apa sebenarnya khusyuk itu? Dalam Al-Qur'an Allah swt berfirman :
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, (yaitu) orang-orang yang menyakini bahwa mereka akan menemui tuhanya, dan bahwa mereka akan kembali kepadanya. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 45-46)

orang yang khusyuk yakin bahwa mereka akan bertemu dengan Allah swt dan akan kembali kepada Allah swt. karena itu, ketika sedang shalat maka ia yakin bahwa dirinya sedang menghadap Allah swt dan bermunajat kepada-nya. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw "ketahuilah bahwa orang shalat pada hakikatnya ia sedang bermunajat dengan Tuhannya." 

Dalam hadist lain Rasulullah saw menerangkan makna ihsan, "ihsan adalah engkau menyembah Allah swt seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya sesungguhnya ia melihat mu."

ada sebuah kisah pendek penuh inspirasi berikut kisah dari seorang bernama Isam.
Pada suatu hari, Isam menghadiri majelis seorang ahli ibadah bernama Hatim Al-Isam dan bertanya : “Wahai Aba Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan Sholat?”
Hatim berkata : “Apabila masuk waktu Sholat aku berwudhu’ zahir dan batin.”
Isam bertanya, “Bagaimana wudhu’ zahir dan batin itu?”
Hatim berkata, “Wudhu’ zahir sebagaimana biasa, yaitu membasuh semua anggota wudhu’ dengan air. Sementara wudhu’ batin ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara :

1. Bertaubat
2. Menyesali dosa yang dilakukan
3. Tidak tergila-gilakan dunia
4. Tidak mencari / mengharap pujian orang (riya’)
5. Meninggalkan sifat ujub atau berbangga
6. Tinggalkan sifat khianat dan menipu
7. Meninggalkan sifat dengki
Seterusnya Hatim berkata, “Kemudian aku pergi ke masjid, aku kemaskan semua anggotaku dan menghadap kiblat. Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku bayangkan:
-       Allah ada di hadapanku
(Bayangkan jika ada pembesar dihadapan kita, bagaimana jika ada orang yang paling kita hormati ada didepan kita, bagaimana jika ada orang yang paling kita takuti didepan kita, apakah kita masih berani mengalihkan perhatian kepada yang lain, ataukah kita masih berani main-main. Dan bagaimana jika yang ada dihadapan kita itu adalah Allah SWT, sang penguasa alam, penguasa hidup dan mati?
Tentu kita tidak bisa menyamakan dan tidak usah membayangkan Allah itu sama dengan makhluk, tapi bayangkan saja bahwa Dia itu ada dan jika kita tidak bisa membayangkannya, sesungguhnya Dia itu maha melihat tingkah laku kita.)

-       Syurga di sebelah kananku
(Bayangkan syurga ada disebelah kanan, tempat paling nikmat, melebihi segala kenikmatan yang pernah kita rasakan di dunia ini, tempat berkumpulnya orang-orang shaleh, para syuhada, orang tua kita, saudara kita, yang kita cintai)

-       Neraka di sebelah kiriku
(Bayangkan neraka disebelah kiri, yang apinya panas membara, lebih panas ribuan kali lipat dari api yang ada dibumi)
-       Malaikat maut berada di belakangku
(Bagaimana rasanya jika ada malaikat Izrail dibelakang kita, kita tidak tahu apa yang akan dilakukannya.
Apakah kita bisa menyelesaikan Sholat kita, ataukah baru takbir sudah dicabut nyawa oleh malaikat maut?
Bagaimana jika Sholat ini adalah Sholat terakhir kita?
Bagaimana jika kita sesudah Sholat ini keluar dari ruangan terpeleset jatuh dan mati?
Apakah kita merasa bahwa kita akan hidup lama? Apakah kita merasa bahwa kita dekat dengan Allah sehingga bisa bernegosiasi menunda kematian?
Allah Maha Kuasa Atas Segala Sesuatu!
Jika Dia berkata “Kun” maka terjadilah apa yang Dia inginkan, termasuk kematian kita.
Jika kematian tidak kita ketahui kapan datangnya, masihkah kita berani main-main dengan Sholat kita?
Apakah ada jaminan bahwa Sholat ini bukan Sholat terakhir kita?)
-       Aku bayangkan pula bahawa aku seolah-olah berdiri di atas titian ‘Sirrotol Mustaqim’
-       Aku menganggap bahawa Sholatku kali ini adalah Sholat terakhirku
-       Aku berniat dan bertakbir dengan baik. Setiap bacaan dan doa dalam Sholat kucoba memahami maknanya, kemudian aku ruku’ dan sujud dengan tawadhu’, aku bertasyahhud dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas. Beginilah aku bersholat selama 30 tahun.


Sholatlah sebagaimana Sholatnya orang yang akan mati besok, dan bekerjalah mencari nafkah sebagaimana orang yang akan hidup ribuan tahun.

(Sumber kutipan cerita : http://kisahislamikita.blogspot.co.id/2013/05/kiat-sholat-khusyuk.html)

Related : Pentingnya khusyuk dalam Shalat

0 Komentar untuk "Pentingnya khusyuk dalam Shalat"